Minggu, 24 Oktober 2010

Memburu Kencing Onta yang Kontroversial

Ketika baru dua hari, kami wartawan yang tergabung dalam media center haji (MCH), tiba di Madinah, kami membicarakan rencana untuk membuat feature, salah satunya tentang peternakan onta sekaligus mencoba susunya yang baru diperah.

Namun seorang petugas haji yang sudah lama mukim di Arab Saudi menyatakan bila sekarang yang diburu bukan lagi susu onta melainkan kencingnya. Katanya, kencing onta bisa menjadi obat bagi aneka penyakit berat.

Maka, kami pun akhirnya menuju peternakan onta di kawasan Abu Duud, Madinah. Di salah satu peternakan milik Khalid, kami melihat sejumlah jamaah calon haji Indonesia sedang mencoba susu onta. Beberapa juga membelinya untuk dimasukkan ke botol air minum meniral.

"Susu harganya 5 riyal," kata salah seorang pegawai peternakan dalam bahasa Arab. Lelaki berkulit hitam gelap tinggi besar itu dengan cekatan menyaring susu onta saat menuangnya ke dalam sebuah mangkok kecil.

Di sekeliling kami hanya padang tandus dan gunung-gunung gersang. Cuaca sangat terik. Sepanjang mata memandang, tanah-tanah kering berdebu, selain gunung, hanya onta dalam kandang-kandang sederhana. Para 'penggembala' onta jumlahnya hanya sedikit dibanding jumlah onta yang begitu banyak.

Dengan cuaca yang panas, minum susu onta terasa sangat segar. Tidak cuma menyegarkan, susu onta juga memberikan energi yang melimpah. Katanya susu ini memiliki kandungan kalori lima kali dibandingkan nasi.

"Segar. Rasanya manis, padahal kan tidak dikasih gula," kata salah seorang jamaah haji.

Peternakan onta milik Khalid merupakan salah satu peternakan yang sering dikunjungi jamaah Indonesia. Peternakan yang sudah dibuka selama 20 tahun ini mempekerjakan 12 pekerja dari Sudan. Untuk kerjanya itu, para penggembala' itu tidur dan makan di peternakan. Ada sofa-sofa tua yang warna kain pembungkusnya sudah luntur dan sebuah tenda kecil tempat para pekerja tidur.

"Kami tugasnya tidak cuma menjaga, tapi juga memberi makan onta dan memeras susunya. Susu onta hanya kami peras kalau ada orang yang datang dan ingin membelinya sebab susunya tidak tahan lama," jelas Zul, salah seorang pekerja di peternakan itu.

Penghasilan terbesar dari peternakan onta tentu saja berasal dari dagingnya. Onta yang besar dihargai sekitar 15 ribu sampai 20 ribu riyal. Sementara onta yang kecil harganya antara 5 ribu sampai 7 ribu riyal.

Makanan onta adalah rumput. Tapi sayangnya rumput sangat mahal. Tahu sendirikan Arab sangat tandus, sehingga rumput pun tidak bisa tumbuh kecuali lewat perawatan yang menghabiskan biaya supermahal. Seikat rumput harganya 5 riyal, lebih mahal daripada jus yang seukuran 200 mililiter yang dihargai hanya 1 riyal ataupun kebab yang harganya hanya 4 riyal.

Singkat kata dengan uang 5 riyal orang sudah bisa makan dengan kenyang di Madinah. Mungkin karena harga rumput yang mahal, makanan onta pun tidak hanya rumput, tapi juga roti kering dan koran.

Setiap onta menghasilkan susu yang berbeda-beda. Bila sedang banyak, satu onta bisa memberikan satu ember susu yang beratnya sekitar 10 kilogram.

Setelah berkeliling peternakan, memotret onta-onta juga sejumlah teman mencicipi susu onta, kami pun menanyakan soal kencing onta. Pekerja peternakan itu membandrol susu onta dengan harga lebih mahal dibanding susu onta. Kencing onta ukuran sekitar 250 mililiter ditawarkan dengan 100 riyal.

Si pekerja itu bercerita, kencing onta berfungsi untuk obat. Cara memakainya bisa dioleskan di kepala, di perut ataupun diminum langsung. Untuk meyakinkan yang dijualnya kencing onta sungguhan, si pekerja itu pun meminum kencing onta tersebut.

"Kalau ditaruh di dalam kulkas kencing onta ini bisa awet sampai berbulan-bulan," promosi si pekerja peternakan.

Kencing onta ini diceritakan bisa menyembuhkan penyakit ginjal, sakit gula atau penyakit berat lainnya. Masalahnya apakah kencing onta itu halal atau haram untuk dikonsumsi masih menjadi kontroversi.

Banyak yang berpendapat kencing adalah najis, sehingga minum kencing onta pun hukumnya haram. Tapi ada juga yang berpendapat lain, susu dan kencing onta disebut merupakan obat yang diperbolehkan.

Kepala Seksi Pelayanan Umum dan Bimbingan Ibadah Daker Madinah Djawahir Tantowi Majedi menyatakan kencing onta boleh dijadikan obat bila dalam kondisi darurat.

"Kalau masih ada obat yang lain ya sebaiknya dengan obat yang lain saja," kata Djawahir.

Sumber

Sabtu, 16 Oktober 2010

Ketahuan di Kamar dengan 3 Pria Arab, Petugas Haji Dipulangkan

Ini peringatan keras bagi petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) agar lebih menjaga aklaknya selama bertugas di Arab Saudi. Seorang petugas haji dipulangkan karena kasus susila. Petugas itu seorang perawat, Desi NRP, ketahuan berada di kamar bersama tiga pria Arab Saudi yang bekerja sebagai sopir.

"Saya ingatkan keras petugas agar menjaga adab pergaulan. Kita kerja di sini harus mematuhi aturan Arab Saudi. Bersentuhan tangan apalagi masuk kamar yang bukan muhrim dilarang keras," kata Kepala Daerah Kerja Madinah Subakin Abdul Munthalib di kantornya, Madinah, Sabtu (16/10/2010).

Desi dipulangkan lewat Jeddah pada pukul 10.00 waktu Arab Saudi. Untuk memudahkan pemulangan perawat asal Palembang itu akan disuntik dengan obat penenang.

Pada, Jumat (8/10/2010) lalu, Desi digerebek petugas Daerah Kerja (Daker) Madinah. Petugas Daker curiga karena ada suara tawa laki-laki dan perempuan di sebuah kamar. Padahal saat itu sedang waktunya untuk salat Jumat. Setelah digedor-gedor, perempuan yang pandai bahasa Arab itu keluar dengan tidak mengenakan jilbab.

Subakin memerintahkan agar dilakukan pemeriksaan lanjutan. Dari pemeriksaan itu, lantas dilakukan pembinaan terhadap sang perawat. Namun selama pembinaan dirasakan perubahan aklak Desi tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan.

"Kita bukan semena-mena. Untuk menjaga nama baik PPIH tentu kita harus mengambil tindakan. Dari rapat kami usulkan dilakukan tindaklanjut agar dipulangkan saja," kata Subakin.

Sementara Desi membantah telah melakukan tindakan asusila yang melanggar kontrak kerja sebagai petugas haji. Perempuan 25 tahun itu masuk ke kamar 3 pria Arab yang bekerja sebagai sopir di Daker Madinah itu untuk menumpang ke kamar mandi.

"Kan air di BPHI (Balai Pengobatan Haji Indonesia) mati. Jadi saya numpang di sini," jelas Desi.

Desi merasa difitnah atas tuduhan asusila itu. Menurutnya yang mengunci kamar adalah para pria Arab itu. Ia juga merasa tidak ada yang salah dengan tertawanya. Ia tertawa karena para lelaki Arab itu memberinya sebuah lelucon.

"Itu semua fitnah. Saya bukan perempuan nakal. Saya sudah bersuami," kata Desi kepada detikcom.

Namun saat diperiksa petugas keamanan, perawat yang pernah dua tahun bekerja di RS King Fath itu mengakui melakukan tindak asusila tersebut. "Dia sudah berkali-kali melakukan tindakan yang sama. Dia dipecat dari RS King Fath karena kasus yang sama juga," kata Kepala Pengamanan Madinah Kasmudi.

Kepala Perawat BPHI Martin Hartiningsing mempersilakan saja sanksi keras pada anak buahnya tersebut. Desi dianggap telah memalukan korps perawat. "Kita terima saja, apa yang terbaik untuk dia. Kalau dia bersalah, dipulangkan tidak masalah," kata Martin.

Sumber: Detik

Kamis, 14 Oktober 2010

Sejarah Haji Di Zaman Belanda

Bila kita menengok ke masa lalu, sungguh masa- masa itu merupakan suatu masa yang sangat pahit bagi seluruh bangsa Indonesia termasuk para calon hajinya. Tidak hanya masalah transportasi saja yang memang belum memadai pada masa itu, tapi juga karena segala macam aturan yang amat merepotkan dari sang penjajah serta perlakuan yang sangat menyulitkan dari para penguasa colonial baik pada saat mau berangkat maupun seusai mereka menunaikan ibadah haji. Tercatat pada tahun 1664 pemerintah colonial MELARANG 3 (tiga) orang Bugis untuk mendarat setelah selesai menunaikan ibadah haji ke Mekah, dan membuang mereka ke Tanjung Harapan di Afrika. Belanda mengemukakan dalih bahwa kedatangan mereka ketanah air ditengah- tengan ummat Islam yang sangat menghormati orang- orang yang sudah menunaikan ibadah haji dikhawatirkan dapat menimbulkan kerusuhan. Pada tahun 1716, 10 (sepuluh) orang yang baru pulang dari menunaikan ibadah haji, diperbolehkan mendarat, akan tetapi mereka selalu dalam pengawasan yang ketat. Pada tahun 1825, pada saat awal perang Diponegoro, Belanda mengeluarkan suatu resolusi yang bertujuan membatasi jumlah jama’ah haji. Dalam resolusi tersebut ditentukan bahwa para calon jama’ah haji harus memiliki passport yang wajib dibeli dengan harga 110 gulden, suatu jumlah yang sangat besar pada waktu itu .(Zamakhsari Dhofier: Tradisi Pesantren.hal.10). Keadaan tersebut sangat kontras bila dibandingkan dengan masa- masa sekarang setelah alam kemerdekaan. Kemudahan- kemudahan, fasilitas dan bimbingan terus meningkat tahun demi tahun sekaligus merupakan barometer keberhasilan dan kepedulian dari pihak pemerintah.

Potensi para haji di zaman colonial.

Telah disebutkan diatas bahwa pemerintah Hindia Belanda amat takut terhadap potensi yang dimiliki oleh para haji untuk memimpin pemberontakan, karena begitu besarnya penghargaan dan penghormatan dari masyarakat terhadap mereka. Penghormatan yang besar dari masyarakat itu timbul karena 2 (dua) hal pokok, yaitu:

1. Mengikuti jejak langkah Rasulullah yang sangat menghormati para haji. Diceriterakan dalam sebuah hadist bahwa Nabi Muhammad MINTA DIDO’AKAN oleh sahabat Umar tatkala sahabat tersebut meminta izin kepada Rasul untuk menunaikan Umroh .( Imam Nawawi Ad- Dimasyqi: Al- Adzkar; bab tentang kebolehan orang yang lebih utama minta di do’akan oleh orang yang derajatnya berada dibawahnya). Riwayat ini menunjukkan bahwa do’a para haji itu dikabul dan kedudukan mereka sangat terhormat, sampai- sampai Rasulullah minta dido’akan oleh mereka. (sekaligus menunjukkan bagaimana Rasul itu memiliki sifat yang “andap asor/ tak congkak”).

2. Para calon haji pada zaman itu memang rata- rata “berkualitas lebih”, tidak asal- asalan. Mereka adalah orang- orang mumpuni didaerahnya baik dalam segi ilmu, akhlaq, keberanian menanggung resiko, dan tentu saja “lebih” secara financial.

Ketakutan pemerintah colonial ini kemudian memang terbukti. Banyak para haji- terutama yang telah sekian lama bermukim di Mekah serta sempat mendengar ide- ide besar para tokoh pada saat itu, diantaranya dari pemikiran Jamaluddin Al- Afghani – menjadi sadar akan nasib bangsanya yang terhina dan terjajah…Mereka disamping terusik jiwa jihadnya melihat kesewenang-wenangan Belanda, juga merasa prihatin terhadap kehidupan keagamaan kaum muslimin saat itu. Seperti dijelaskan diatas, Belanda mengeluarkan berbagai aturan yang menghambat kepergian calon haji ke Mekah. Sekaligus berarti memutus mata rantai spiritual dan intelektual islami diantara Negara sumber islam yaitu Mekah/ Madinah dengan penduduk tanah jajahan. Sehingga umat islam waktu itu bagaikan layang- layang putus tali. Kehidupan keagamaan menjadi sangat gersang, dan sesuai denga pernyataan C. Poensen, seorang sarjana Belanda yang menyatakan bahwa: “Pada akhir abad ke 19, mayoritas orang jawa sebenarnya TIDAK MENGENAL ISLAM kecuali dalam hal sunatan, puasa dan larangan makan daging babi”. Apalagi suatu hal yang sangat beralasan bahwa sejak dari mula pertama keberadaan islam di Indonesia sebagian besar kelompok keagamaan tidak mendasari doktrin- doktrin nya dengan Al- Qur’an, akan tetapi mengambil dari tradisi- tradisi Jawa Pra Islam. Atau menurut bahasa Prof.Dr.Sartono Kartodirjo: “It is reasonable assumption that from the earliest Islamic times in Indonesia, there have existed sects professing doctrines NOT BASED ON QORAN, but originating from pre Islamic Javanese tradition.(Sartono Kartodirjo: Protest Movement in Rural Java. 127).

Oleh karena itulah kemudian banyak para haji menyingsingkan lengan bajunya untuk menentang kolonialisme sekaligus memberantas ketak acuhan masyarakat terhadap ajaran agamanya. Kita lihat bagaimana kaum padri di Minangkabau sangat menentang minuman keras, perjudian, menyabung ayam dan segala kemaksiyatan yang merajalela saat itu dinegeri Minang, yang sangat menodai kesucian agama islam, namun sekaligus juga melawan Belanda. (K.H.Saifuddin Zuhri: Sejarah Kebangkitan Nasional. 570). Lihat pula peristiwa Cilegon (1888) yang dipimpin oleh Haji Wasid atau peristiwa Gedangan yang dipimpin oleh Haji Kasan Mukmin, dan masih banyak lagi contoh lainnya baik di Jawa maupun luar Jawa.

Berbagai bentuk perlawanan.

Rupanya dengan pengaruh mereka yang besar di masyarakat dan dengan suatu keyakinan:” Tidak ada yang ditakuti selain Allah ” mereka bangkit untuk membela bangsanya. Adakalanya dengan bentuk perlawanan fisik, adapula yang dengan perlawanan melalui tulisan atau pengajian. Bentuk perlawanan jenis ini dapat kita temukan pada perjuangan K.H.A.Rifa’i dari Kalisalak, Batang, Jawa Tengah pada akhir abad ke 19 (1786 – 1870). Beliau berjuang dengan tulisan dan dakwahnya melawan tatanan yang tidak adil dan rusak pada waktu itu. Diserangnya kaum colonial dan penjajah, dicercanya para penguasa pribumi yang tunduk pada “Raja Kafir”, serta bukan lagi menjadi pengayom rakyat, tetapi sudah menjadi kaki tangan Belanda. (Nugroho Notosusanto: Sejarah Nasional II.180 – 181). Digempurnya kaum Muslimin yang sudah tidak “Taslim/ tunduk” lagi kepada hukum- hukum syar’i , didambakannya alam kemerdekaan yang agung. Dalam sebuah kitabnya berjudul “Thoriqot” beliau menulis:

” Mukmin bungkuk luwih utomo nandur jagung

Tinimbang mukmin bungkuk ngawulo tumenggung.

Alim sholeh milih merdiko ingkang agung.

Agawe kutho- daerah- yen biso langsung.”

Artinya:

Lebih utama seorang mukmin sampai bongkok menanam jagung.

Daripada mukmin sampai bungkuk- menghamba tumenggung.

Alim sholeh memilih kemerdekaan yang agung

Membina kota- daerah kalau bisa langsung

Betapa beraninya beliau mengemukakan cita- cita kemerdekaan, pada saat cengkeraman penjajahan masih begitu kuat, jauh hari sebelum munculnya Budi Oetomo dll.

Perhatikan serangannya kepada kaum muslimin yang sudah pada lalai pada agamanya:

Podo ngaku islam ujare puro- puro

Tan gugu ing sak benere syara’ wicoro

Gegeyongane mung anut adate negoro

Atine kafir luwih gede keno leloro

Semua mengaku islam, ucapannya pura- pura

Tak mau menurut kepada sebenarnya hokum syara’

Bergantungnya hanya mengikuti adat negeri.

Hatinya kafir kena penyakit yang lebih besar.

(K.H.A.Rifa’i: Ri’ayatul Himmah)

Para haji dicap extremist / teroris

Sudah barang tentu pemerintah colonial tidak tinggal diam melihat semua gerakan protest oleh para haji tersebut. Disingkirkannya mereka satu persatu dengan segala cara. Yang paling sering dengan mengadu domba dengan sesama bangsanya atau kemudian dibuang karena dianggap sebagai bahaya politik. Kadang dengan segala siasat tipuan yang nista seperti yang dilakukan kepada P. Diponegoro, kadangkala dengan pengadilan yang sumir, kadangkala tanpa proses yang semestinya, sekedar tanya jawab kemudian putusan pun jatuh: DIBUANG!

Demikian juga yang terjadi pada K.H.A. Rifa’I, dengan keputusan Gubernur Jendral Pahud dengan nomor 35 tertanggal 19- Mei- 1859, beliau dibuang ke Ambon sebelum dipindahkan ke Menado dengan tuduhan:

1 – Ahmad Ripangi tidak mentaati kepala pemerintahan pribumi yang diangkat oleh

pemerintah Belanda, sehingga dengan demikian dianggap sebagai suatu bahaya

politik.

2 - Tindakan itu bukan merupakan perkara hukum resmi. Oleh karena itu tidak diadakan

pengadilan.

3 - Tindakan pengasingan ini merupakan usaha preventip untuk mencegah timbulnya

bahaya ketertiban dan keamnan.

(Oos Indische Besluit, 289/59 Geheim,19- Mei-1859).

Demikianlah salah satu contoh bagaimana pemerintah colonial bertindak terhadap para “Extremist” yang dianggap berbahaya bagi kelangsungan penjajahan. Prof. Dr. Karel Steenbrink, seorang ahli keislaman dari Belanda pernah menceriterakan kepada penulis berdasar catatan yang ia temukan di Leiden University, bahwa pernah pemerintah Hindia Belanda membuang sorang haji ke pengasingan hanya gara- gara haji tersebut tatkala mengadakan pesta khitanan puteranya, ternyata yang datang amat banyak. Ini oleh mereka sudah dianggap sebagai “bahaya politik”.

Melihat berbagai contoh diatas seharusnya umat islam sekarang ini banyak bersyukur kepada Allah atas segala karunianya dan juga berterimakasih kepada pemerintah yang dengan segala kelebihan dan kekurangannya telah banyak membantu pelaksanaan ibadah haji. Kepada para haji kami mengajak agr mampu melakukan self correction dan muhasabah, apakah kualitas kehajian mereka sekarang ini layak diperbandingkan dengan para haji pejuang sebelum zaman kemerdekaan.

Catatan Haji Nusantara

SEBAGAI salah satu proses peribadatan dalam Islam, haji memiliki corak historis yang sangat unik. Ibadah ini merujuk pada serangkaian peristiwa yang pernah dilakukan Nabi Ibrahim dan keluarganya.

Meskipun demikian, haji bukanlah suatu perulangan dari apa yang telah dialami para nabi itu. Sebab, sejarah merupakan suatu peristiwa yang keberlangsungannya hanya satu kali.

Maka, perulangan haji yang dilakukan Nabi Muhammad saw. dan umatnya sampai hari ini, bukan lagi dianggap sebagai peristiwa sejarah, melainkan sebagai ibadah, walaupun aspek historis masih terdapat di dalamnya.

Buku berjudul Historiografi Haji Indonesia ini setidaknya akan mengajak kita membaca ulang praktek haji dalam sejarah keindonesiaan. Di sini penulisnya mengetengahkan kajian yang kritis dan mendalam atas praktek ibadah haji masyarakat muslim Indonesia sejak terbentuknya komunitas muslim pertama hingga pertengahan abad XX. Bahkan, penulisnya mampu merekonstruksi pengaruh perjalanan haji atas situasi sosial, politik, ekonomi, budaya, dan keagamaan yang terdapat dalam masyarakat muslim saat itu.

Dalam unsur sosial, misalnya, terdapat dukungan masyarakat yang bisa mempermudah proses pelaksanaan haji, seperti acara pengajian, ritual sebelum berangkat, dan doa bersama. Berbagai proses pelaksanaan haji ini diyakini sebagai serangkaian acara yang mampu mengintegrasikan segenap kekuatan dan ketulusan calon haji.

Lain halnya dalam unsur budaya, di sini terdapat dukungan moral yang berkaitan dengan penguatan identitas, di mana bagi orang yang telah menunaikan haji memperoleh tempat yang berbeda dari masyarakat lain. Dan secara kultural, haji menjadi alat transformasi kesadaran yang berpengaruh terhadap relasi sosial-keagamaan di lingkungannya.

Pertautan beberapa unsur pelaksanaan haji di atas, menjadi pembahasan yang sangat eksploratif dan analitis dalam buku ini. Dengan menggunakan pendekatan sejarah, penulis buku ini mencoba mengelaborasi pelaksanaan haji masyarakat muslim di Indonesia, sekaligus mengungkap latar belakang sejarah yang berkaitan dengan motivasi mereka untuk menunaikannya.

Bermula dari perdagangan yang merambah hingga negeri Arab, banyak sudah muslim Nusantara yang bisa melaksanakan haji. Kendati proses yang dilalui sangat sulit dan harus berhadapan dengan beragam halangan, umat Islam pada abad XVI tetap bertekad bisa melaksanakan haji melalui media berdagang.

Memasuki abad XVII, motivasi mereka makin besar untuk melaksanakannya. Pada abad ini, media yang digunakan tidak lagi dengan cara berdagang, tapi dengan menuntut ilmu ke Negeri Padang Pasir itu.

Pelaksanaan haji pada kurun tersebut, yang dilalui dengan media berdagang dan menuntut ilmu, merupakan strategi umat Islam agar terhindar dari berbagai aturan ketat penguasa saat itu yang melarang menunaikan haji. Akan tetapi, memasuki abad XVIII dan XIX, pelaksanaan haji tidak lagi menggunakan media berdagang maupun menuntut ilmu. Umat Islam sudah terang-terangan mendeklarasikan niat hajinya sejak awal.

Hal ini tidak lepas dari kebijakan politik yang berkembang pada abad ini, di mana Pemerintah Hindia Belanda juga mempunyai kepentingan mengembangkan perekonomian negaranya melalui pemanfaatan pelaksanaan haji. Saat itu, umat Islam selalu terbentur dengan kendala transportasi ketika berupaya melaksanakan haji. Problem ini ternyata dijadikan sebagai peluang Belanda menyediakan alat transportasinya.

Selain itu, perjalanan haji abad XIX juga telah memengaruhi pertumbuhan ekonomi rakyat perdesaan melalui etos kerja kerasnya. Maka, strategi pengembangan perekonomian yang dilakukan Pemerintah Hindia Belanda melalui pemanfaatan pelaksanaan haji menjadi momen penting dan kesempatan yang paling sustainable.

Sebab, ritual haji merupakan kegiatan tahunan yang akan tetap berlangsung sampai kapan pun. Dan, hal ini sekaligus makin memberikan harapan bagi Pemerintah Hindia Belanda untuk tetap memfasilitasi transportasi pemberangkatan, dengan motivasi pengembangan ekonomi.

Di sisi lain, makin terbukanya akses umat Islam menunaikan ibadah haji pada abad XVIII dan XIX ternyata memunculkan sikap ambigu di kalangan penguasa Hindia Belanda karena adanya asumsi yang menyatakan bahwa orang yang melaksanakan haji akan menjadi kelompok tandingan dalam masyarakat.

Ujung-ujungnya, pada abad XIX, Pemerintah Hindia Belanda mulai berupaya menghalangi dan mempersulit kembali umat Islam yang ingin menunaikan ibadah haji.

Saat itu, Pemerintah Hindia Belanda dilanda sebuah kekhawatiran besar jika kelompok haji ini berhasil memengaruhi masyarakat, ia akan menjadi ancaman bagi stabilitas kekuasaan yang selama ini sudah dibangun mereka.

Alhasil, buku setebal 436 halaman yang semula merupakan disertasi penulisnya di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini, setidaknya akan secara gamblang menjelaskan kepada pembaca bagaimana pelaksanaan ibadah haji yang terjadi di lingkungan masyarakat Indonesia yang sarat tradisi dan sejarah yang melingkupinya.

Sebab itu, buku ini sangat penting dibaca semua kalangan agar sejarah dan pelaksanaan haji serta perkembangannya di negeri ini dapat diketahui dengan jelas.

Wajar jika kita menyatakan buku ini memang merupakan sebuah tema kajian yang sangat menarik sekaligus menantang karena belum banyak diungkap secara mendalam oleh para sejarawan maupun sarjana Islam Tanah Air.

Hukum Menghajikan Orang Hidup

Pertanyaan : Mana yang haq, boleh atau tidak boleh menghajikan orang mati ? Bagaimana tuntunannya ?

Jawab:

Asy Syaikh Abu Usamah Abdullah bin ‘Abdurrahim Al-Bukhari pada sore 5 syawal 1425 H, bertepatan 17/11/2004, menjawab sebagai berikut:

“Para ulama telah berbicara dalam masalah ini, dan mereka berkata bahwa boleh menghajikan orang telah meninggal dengan syarat orang yang (akan menghajikan) telah melakukan haji untuk dirinya sendiri, sebagaimana dalam hadits Syubrumah, tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar seorang lelaki bertalbiyah, “Labbaikalla ‘an Syubrumah,” maka Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya: “Apakah engkau telah haji untuk dirimu?” , “Belum” Jawabnya. Maka beliau Shollallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Berhajilah untuk dirimu, kemudian berhajilah engkau untuk Syubrumah.”

Maka apabila seseorang telah berhaji untuk dirinya, boleh baginya (untuk menghajikan,-pent.) dan bukan wajib, apalagi bila yang dihajikan itu adalah ayahnya, ibu atau karib kerabatnya yang meninggal dan belum mampu berhaji. Maka boleh baginya (untuk menghajikan) dan tidak ada apa-apa terhadapnya.”

Dalam pertanyaan pertama pada fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah no. 2200 yang ditanda tangani oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, Syaikh ‘Abdurrazzaq ‘Afify dan Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud, disebutkan nash sebagai berikut :

Soal: Apakah boleh seorang muslim yang telah menunaikan kewajiban hajinya untuk menghajikan salah seorang kerabatnya yang berada di negeri Cina, karena ia tidak mampu sampai untuk menunaikan kewajiban haji?

Jawab: Boleh bagi seorang muslim yang telah menunaikan kewajiban haji terhadap dirinya untuk menghajikan orang lain berdasarkan hadits-hadits yang shohih yang menjelaskan tentang itu, bila orang lain itu tidak mampu karena umur yang sudah tua, penyakit yang tidak diharapkan sembuhnya atau karena ia telah meninggal. Adapun kalau yang akan dihajikan tidak mampu karena suatu perkara yang diharapkan hilangnya, seperti sakit yang diharapkan sembuhnya, atau suatu alasan berkaitan dnegan keadaan politik, atau tiada keamanan dalam perjalanan dan selainnya, maka tidak sah untuk dihajikan.[Fatawa Al-Lajnah Ad Da’imah 11/51]


Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullahu Ta’ala :

“Boleh bagi seorang perempuan untuk menghajikan perempuan lain menurut kesepakatan para ‘ulama, baik itu putrinya atau selainnya. Dan demikian pula boleh seorang perempuan menghajikan seorang lelaki menurut imam Empat* dan jumhur Ulama (kebanyakan ulama), sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan perempuan Al Juts’amiyah untuk menghajikan ayahnya, tatkala ia berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kewajiban haji kepada hamba-hamba-Nya telah mendapati ayahku dan beliau adalah orang sudah tua,“ maka Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk menghajikan ayahnya. Namun hajinya seorang lelaki lebih sempurna dari seorang perempuan.”

Dan Syaikh Sholih Al-Fauzan ditanya sebagai berikut:

“Apakah boleh seorang ibu untuk menghajikan anaknya ketika ia telah meninggal, sementara ia sendiri sudah menunaikan ibadah haji?”

Jawab: “Apabila ia telah menunaikan kewajiban haji untuk dirinya sebelum itu, maka tidaklah mengapa ia menghajikan anaknya yang telah meninggal, apalagi kalau (anak itu) belum haji.”[Al-Muntaqa Min Fatawa Syaikh Sholih Al-Fauzan jilid 3 no.294]

Referensi: Majalah An Nashihah Volume 09 Th. 1/1426 H./2005 M. Hal. 5


Sumber lain:

Assalamu”alaikum wr. wb.

Maaf pak Ustadz, saya langsung saja. Adakah haji badal itu, bagaimana hukumnya? Seorang teman telah menghajikan almarhum ayahnya yang telah wafat dengan cara membayari orang lain untuk berhaji dan kemudian mendapatkan sertifikat. Logika saya tidak sependapat, tapi saya masih awam, sehingga saya bertanya pada pak Ustadz. Jika sah, apa saja persyaratannya? Apakah memang ada dasar hukumnya? Terima kasih banyak.

Wassalamu”alaikum wr. wb.

Jawaban

Assalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Boleh-boleh saja kita mengatakan bahwa sebuah ritual agama tidak masuk logika. Sebab memang yang namanya ritual tidak membutuhkan logika. Ritual hanya butuh petunjuk dan panutan resmi, namun tidak butuh logika.

Sama halnya dengan ritual mengusap khuff (sepatu) sebagai pengganti dari mencuci kaki saat wudhu”. Secara logika sangat tidak masuk akal, sebab ternyata yang diusap bukan bagian bawah sepatu, malah bagian atasnya. Ini tidak masuk logika bukan?

Karena itulah sayyidina Ali bin Abi Thalib mengomentari masalah ini dengan ungkapannya yang fenomenal, “Seandainya agama itu semata-mata mengacu kepada logika, seharusnya yang diusap bagian bawah sepatu, bukan bagian atasnya.”

Namun inilah hakikat agama dan ibadah ritual, tata caranya sama sekali tidak menggunakan logika, melainkan menggunakan petunjuk resmi dari Rasuullah SAW. Sebagaimana juga dalam masalah badal haji yang anda pertanyakan itu. Secara logika, mungkin kita agak sedikit kurang bisa menerima, tapi begitulah petunjuk Rasulullah SAW tentang haji.

Sebab bukankah shalat kta, ibadah kita, hidup dan mati kita hanya semata-mata untuk Allah? Jika demikian, maka semua itu tidak kita lakukan kecuali atas petunjuk resmi dari Allah, bukan atas logika dan perasaan manusiawi.

Badal Haji

Badal haji adalah sebuah istilah yang dikenal dalam fiqih Islam. Bentuknya seseorang adalah melakukan ibadah haji namun pahalanya diniatkan bagi orang lain, baik yang masih hidup namun tidak mampu pergi maupun yang sudah wafat.

Dasarnya adalah hadits Rasulullah SAW berikut ini:

Dari Ibnu Abbas ra. bahwa seorang wanita dari Juhainnah datang kepada Nabi SAW dan bertanya,”Sesungguhnya ibuku nadzar untuk hajji, namun belum terlaksana sampai ia meninggal, apakah saya harus melakukah haji untuknya?” Rasulullah SAW menjawab, “Ya, bagaimana pendapatmu kalau ibumu mempunyai hutang, apakah kamu membayarnya? Bayarlah hutang Allah, karena hutang Allah lebih berhak untuk dibayar.” (HR Bukhari).

Haji Badal atau al-hajju anil ghair mensyaratkan bahwa orang yang melakukan badal itu harus sudah menunaikan ibadah haji terlebih dahulu, karena itu merupakan kewaiban tiap muslim yang mampu. Setelah kewajibannya sudah tunai dilaksanakan, bolehlah dia melakukan haji sunnah atau pergi haji yang diniatkan untuk orang lain.

Dalam hal ini tidak disyaratkan harus orang tua sendiri atau bukan, juga tidak disyaratkan harus sama jenis kelaminnya. Juga tidak disyaratkan harus sudah meninggal.

Seorang wanita dari Khats`am bertanya, “Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah mewajibkan hamba-nya untuk pergi haji, namun ayahku seorang tua yang lemah yang tidak mampu tegak di atas kendaraannya, bolehkah aku pergi haji untuknya?” Rasulullah SAW menjawab,”Ya.” (HR Jamaah)

Kebolehan menghajikan orang masih hidup ini didukung oleh Ibnul Mubarak, Imam Asy-Syafi`i, Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal. Sedangkan tata aturannya sama persis dengan haji biasa, yang membedakan hanya niatnya saja.


Tentunya baik dan buruknya kualitas ibadah itu akan berpengaruh kepada nilai dan pahala disisi Allah SWT. Dan bila diniatkan haji itu untuk orang lain, tentu saja apa yang diterima oleh orang lain itu sesuai dengan amal yang dilakukannya.

Adapun masalah sertifikat, sebenarnya tidak ada dasar syariahnya. Sertifikat itu hanya sekadar pengganti kuitansi bahwa yang bersangkutan telah benar-benar menjalankan amanah, yaitu mengerjakan haji dengan niat agar pahalanya disampaikan kepada pihak tertentu yang meminta.

Wallahu a`lam bishshawab, wassalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Rabu, 06 Oktober 2010

Tips-tips Melaksanakan Haji Yang Sehat

Tips Bugar Saat Ibadah

* Latihan jalan sebelum berangkat (jika mampu minimal 7 km, seminggu satu kali)

* Kurangi kegiatan yang tak perlu

* Istirahat dan tidur cukup

* Makan bergizi dan teratur

* Membawa obat-obatan yang biasa dipakai di tanah air


Tips hindari sakit Batuk

* Bawa pakaian hangat

* Gunakan penghangat leher

* Bawa obat-obatan yang biasa dipakai di tanah air

* Jangan minum dingin

Tips hindari Influenza

* Imunisasi

* Jaga kebersihan

* Istirahat cukup

* Makan buah dan sayur

* Pakai masker



Tip menahan dingin

* Siapkan pakaian hangat di tas tentengan

* Pakai baju hanoman

* Pakai krim pelembab

* Sering minum

* Banyak makan buah

Tips barang bawaan

* Alas kaki

* Kantung kain untuk menyimpan alas kali, payung, dsb

* Kantung kain untuk membawa batu kerikil saat lempar jumrah

* Semprotan air

* Kaca mata hitam pakai tali pengikat di leher

* Masker

* Handuk kecil

* "Topi Joshua"

* Tas ransel

* Peniti

* Alat tulis

* Buku

* Tustel

* Krim pelembab

Tips Membawa Barang

* Barang bawaan maksimal 35 kg

* Barang yang dipakai di perjalanan masukkan ke tas tentengan

* Jangan membawa barang-barang yang terlarang

* Ikat koper dengan rapi

* Tandai koper dengan tanda tertentu



Awas copet

Kawasan sekitar Masjidil Haram, ada tiga titik rawan yang harus diwaspadai para jamaah karena rawan kecopetan:

* Daerah sekitar pelataran masjid

* Seputaran Ka'bah dan

* Tempat Tahalul (Marwah).

Tips Saat Tawaf Qudum

Saat Tawaf qudum (selamat datang) dilakukan tak lama setelah jamaah tiba di Makkah. Karena masih lelah setelah perjalanan, dan banyak jamaah yang belum mengenali lokasi akibatnya banyak yang tersesat, maka usahakan membuat kelompok kecil dan jangan sampai terpisah.

Tips Agar tak Tersesat

* Hafalkan lokasi pondokan

* Catat nomor telepon dan atau alamat pondokan dan dibawa saat meninggalkan pondokan

* Berangkat dengan rombongan

* Bila terpisah dari rombongan, ikut rombongan jamaah RI lainnya

* Cari petugas haji

* Bawa tanda pengenal

* Jamaah yang yang berusia lanjut (lansia) lebih baik didampingi oleh yang lebih muda.



Tips masuk masjid agar tak tersesat

* Datang ke masjid minimal setengah jam sebelum waktu shalat

* Ingat nomor atau nama pintu masuk, kenali seperlunya

* Bawa kantong kain untuk menyimpan alas kaki, payung dan sebagainya, dan bisa dibawa saat sholat.

* Sebelum masuk masjid buat janji di mana akan bertemu jika ingin pulang bersama.

* Jangan lupa juga janji pukul berapa bertemu.

* Tempat berkumpul bisa dipasangi bendera rombongan tinggi-tinggi agar mudah dilihat dari kejauhan.

* Membuat identitas unik rombongan, bisa dengan selempang, slayer, atau pita di jilbab.



Tips Mencium Hajar Aswad

* Ambil waktu yang kondisi sekitar ka'bah tidak terlalu padat

* Pastikan fisik kuat

* Jangan bawa barang berharga

* Pastikan cara berpakaian ihram benar dan kuat

* Jangan gunakan joki

* Tidak lama-lama

* Hindari menyakiti sesama jamaah


Tips Tawaf dan Sai`

* Hafalkan do'a-do'a singkat, jangan disibukkan dengan catatan

* Berangkat dalam rombongan

* Makan sebelum berangkat

* Buat kelompok kecil

* Sepakati lokasi pertemuan

* Hindari waktu padat

* Pindah ke lantai dua dan tiga jika padat



Tips Menyimpan Uang

* Tukarkan dengan uang pecahan

* Jangan letakkan uang di satu tempat

* Jangan buka dompet di tempat umum

* Titipkan di safety box jika banyak

* Ke masjid bawa uang secukupnya

Tips di Pondokan

* Mandi 2-3 jam sebelum waktu shalat

* Jangan naik lift sendiri

* Simpan barang di tempat aman

* Matikan peralatan listrik jika pergi

* Matikan peralatan masak jika pergi

* Kenali lokasi pondokan dari jarak jauh maupun dekat

* Buat denah pondokan



Kebugaran saat ibadah haji

* Makan makanan yang mengandung gizi seimbang, banyak serat dan tak banyak mengandung lemak.

* Istirahat yang cukup. Para calon haji, kalau sudah berada di Masjidil Haram, inginnya terus-menerus melakukan ibadah tanpa memikirkan istirahat. Hal ini bisa menyebabkan jamaah haji jatuh sakit.

* Olahraga ringan setiap pagi



Tip Shalat di Masjid Nabawi

* Gunakan pakaian hangat ketika berangkat

* Datang setelah pukul 03.00 (pk 03.00 masjid baru dibuka)

* Hindari shalat di pelataran masjid

* Ingat nomor rak sandal


Tips nyaman beribadah

* Jangan tergantung pembimbing

* Mantapkan tata cara berhaji

* Hafalkan doa-doa

* Buat kelompok kecil

Kisah Sukses Usaha Wisata Haji dan Umroh

KANTOR itu tampak serupa dengan rumah penduduk yang padat berimpitan di Jalan Matraman Dalam II, Jakarta Timur. Yang membedakan, di pagar rumah terpasang papan bertuliskan "Yayasan Muthmainnah", dan "Wartel". Pintu depannya, yang terbuat dari kaca, dipenuhi pelbagai stiker perusahaan penerbangan.

Kantor Gamal Hikmah Pusaka, biro perjalanan haji dan umrah yang dikelola yayasan, berada di ruangan dalam. Setelah melewati deretan boks telepon wartel, ada kusen tak berpintu yang menghubungkan kantor itu dengan ruang depan. Tak tampak papan nama apa pun di dalam. Meja, kursi, dan lemari, bersesak-sesakan. Sempit. Dinding dipenuhi beragam piagam dan dokumentasi perjalanan haji dengan rombongan jemaah.

Sederhana. Itulah kesan pertama yang dijumpai dari kantor biro perjalanan ini. Meskipun seadanya, inilah biro perjalanan yang cukup berpengalaman. "Kami sudah mempunyai 14 cabang di seluruh Indonesia," kata Manajer Operasional Divisi Haji dan Umroh, Muhammad Soleh, kepada TEMPO. Setelah malang-melintang hampir 10 tahun, biro ini melebarkan usaha ke Bandar Lampung, Malang, Makassar, Surabaya, Gorontalo, bahkan Jayapura.

Tampaknya memang tak perlu kantor yang mentereng untuk menjalankan usaha jasa perjalanan haji plus dan umrah. Padahal, tak dapat dimungkiri, keuntungan yang diperoleh dari bisnis mengantarkan dan melayani calon "tamu-tamu Allah" itu begitu menggiurkan. Setiap tahun, jumlah jemaah haji selalu meningkat. Selain itu, jemaah asal Indonesia selalu merupakan jemaah terbanyak yang berangkat ke Tanah Suci.

"Untuk jadi konglomerat mungkin tidaklah. Tapi setidaknya cukup untuk memberikan penghasilan kepada keluarga, menyejahterakan karyawan, membayar zakat, hingga membayar pajak," kata Direktur Biro Perjalanan Al-Amin Universal, Melani Leimena Suharli, merendah.

Meski enggan menyebut angka nominalnya, Melani mengakui bahwa usaha inilah yang hingga saat ini ditekuninya bersama suami. Sebelumnya, mereka sempat membuka usaha seperti jasa kontraktor dan supplier. Namun, sejak menjalankan biro jasa itu, lambat-laun perhatian dan waktu pun lebih banyak tersita. "Kami melihat usaha ini cukup menghasilkan, ya, akhirnya kami fokus di usaha ini saja," tutur ibu tiga orang anak ini.

Keuntungan yang besar memang merupakan salah satu daya tarik. "Setidaknya biro perjalanan kecil pun bisa dapat untung US$ 250 bersih untuk tiap jemaah," kata Kepala Divisi Haji dan Umroh PT Mantili Wisata, H. Syarifudin Ma'mun. Sedangkan untuk biro jasa yang relatif besar, keuntungan yang bisa diraup mencapai US$ 400-500 setiap jemaah. Cukup lumayan. Setidaknya bagi Ma'mun, yang akhirnya melepas pekerjaannya sebagai staf di Kedutaan Besar Arab Saudi di Indonesia.

Kekuatan sebuah biro jasa ada pada paket yang ditawarkan. Semakin banyak paket, semakin menarik "dagangan"-nya. Bagi jemaah haji kelas ekonomi, tarif yang dipasang biasanya US$ 4.500, sesuai dengan standar minimal pemerintah. Jika dikonversikan ke mata uang Indonesia dengan kurs Rp 8.500 sedolar AS, itu artinya Rp 38,25 juta. Dan angka ini sudah berbeda separuh dengan tarif haji biasa-besarnya tergantung zona daerah, di Jakarta US$ 2.675. Untuk kelas menengah, biro jasa menetapkan harga US$ 5.500-6.000. Sedangkan kelas eksekutif umumnya mengambil harga US$ 6.500 ke atas. Bahkan ada pula biro jasa yang berani memasang harga hingga di US$ 10 ribu.

Sebenarnya pemerintah sudah menetapkan standar fasilitas bagi jemaah ONH (ongkos naik haji) plus. Fasilitasnya harus plus. Penyelenggara harus menyediakan hotel bintang tiga hingga bintang lima-yang berjarak tak lebih dari 300 meter dari Masjidil Haram. Makanan harus disediakan prasmanan, bukan dalam boks. Jika jemaah harus tinggal di kemah, seperti di Padang Arafah, harus disediakan selimut, bantal, dan pendingin udara.

Persiapan menjelang naik haji pun dirancang sedemikian rupa agar menarik dan nyaman. Salah satunya, mengadakan manasik haji di hotel berbintang, seperti Hotel Indonesia, Hotel Sahid, Hotel Mulia, dan Hotel Hilton. Perlengkapan yang disediakan umumnya terdiri dari paspor, visa, pakaian ihram, buku panduan, tas, dan seragam. Selain itu, disediakan pula pembimbing, pemandu (guide) asal Indonesia, dan tim medis.

Meski begitu, ketatnya persaingan di bisnis ini, mau tak mau, menuntut pengusaha lebih jeli membidik keinginan konsumen. Al-Amin, misalnya, berusaha memberikan layanan supermewah bagi jemaahnya. Caranya, antara lain, menyediakan apartemen khusus bagi jemaahnya, serta menyewa bus khusus pula. Padahal, peraturan mengharuskan jemaah tinggal di hotel dan harus menggunakan shuttle bus yang tak disewa. Dengan fasilitas istimewa itu, "Biaya yang kami butuhkan lebih besar, sehingga tarifnya US$ 6.500-9.000, " kata Melani.

Mereka yang terjun ke bisnis ini berasal dari kalangan dengan latar belakang beragam. Dari yang sudah lama menjadi pengusaha, jebolan pesantren, hingga alumni perguruan tinggi di Timur Tengah. Pola pendirian dan alasan mendirikannya pun bermacam-macam. Ada yang sejak awal mendirikan biro jasa haji dan umrah, seperti yang dikelola oleh Yayasan Muthmainnah. Ada pula yang merintisnya dari biro travel yang mengelola penjualan tiket biasa, seperti Mantili dan Al-Amin Universal.

Umumnya mereka punya hubungan baik dengan pihak penyelenggara haji di Arab Saudi. Dengan hubungan baik itulah mereka memperoleh diskon 10-20 persen untuk hotel atau 10 persen untuk jemaah yang mampir ke restoran. Dan menjalin hubungan dengan Saudi ini suatu perjuangan tersendiri. "Susahnya dalam bisnis haji adalah berurusan dengan orang Arab Saudi. Birokrasinya terkenal sangat lamban," kata Syarifudin.

Kelambanan inilah yang acap menimbulkan keterlambatan jadwal. Jebolan Pesantren Tebu Ireng, Jawa Timur, ini menceritakan bahwa untuk memastikan jadwal bus bagi jemaah saja, harus dikonfirmasi dua hari sebelum jadwal ketika jemaah tiba di Tanah Suci. "Kalau tidak, keterlambatannya bisa sampai 12 jam. Bus yang dipesan untuk pukul 10 pagi sering terjadi baru datang pukul 10 malam," kata alumni Universitas Damaskus, Suriah ini. Karena itu, rata-rata biro perjalanan sudah mereservasi tempat di hotel-hotel yang diinginkan, dengan membayar uang muka 50 persen hingga akhir Ramadan.

Sebenarnya, tanpa memiliki biro perjalanan sendiri pun, seseorang bisa saja mengorganisasi perjalanan haji untuk kelompok tertentu. Syarifudin mengakui, sebelum bergabung dengan Mantili, dirinya sering diminta berbagai kalangan untuk mengurus perjalanan ke Tanah Suci. "Mereka meminta fasilitas khusus, dengan waktu yang lebih pendek," kata bekas pegawai Kedutaan Arab Saudi itu.

Saat itu, Syarifudin memang lebih dulu mengelola yayasan yang juga mengadakan bimbingan manasik haji bernama Yayasan Al-Hijrah. Ia juga dipercaya karena alumni perguruan tinggi Timur Tengah dan bekerja di Kedutaan Arab Saudi. Karena belum memiliki biro perjalanan, akhirnya dokumen dan administrasi jemaah yang diurusnya "ditempelkan" ke biro perjalanan lain. "Istilahnya, ya, mendompleng," ujarnya sambil terbahak.

Jasa seperti itu saja, kata Syarifudin, sudah membuat dirinya memperoleh pendapatan US$ 250 dari setiap jemaah. Uang itu diperoleh dari tarif US$ 4.500 yang seharusnya ditetapkan penyelenggara. Namun, "biro perjalanan bisa menurunkan tarif menjadi US$ 4.250 jika diwakilkan atau disub-agen-kan," katanya. Hal semacam itu lazim dilakukan oleh biro-biro perjalanan tertentu, terutama di daerah, untuk menjaring jemaah lebih banyak.

Kendati menjanjikan keuntungan yang menawan, kelangsungan bisnis ini sangat bergantung pada jumlah "calon tamu Allah" yang diantarkan setiap tahunnya. Karena itu, kejujuran pengelola dan kepercayaan pelanggan adalah kuncinya. "Kami mengharapkan, jemaah yang menggunakan jasa kami mau kembali saat akan berangkat haji atau umrah di masa mendatang," kata Melani. Karena itu, promosi paling ampuh justru "radio dengkul": cerita dari mulut ke mulut.

Kiat lain adalah gaya pemasaran semacam members get members. Al-Amin, contohnya, melansir program ini. "Setiap jemaah yang dapat mengajak setidaknya 20 orang akan memperoleh free visit untuk naik haji," tutur Syarifudin. Metode itu, menurut dia, cukup ampuh untuk menjaring peminat.

Meski begitu, para pengusaha ini mengeluhkan ulah nakal sebagian pengelola biro perjalanan. "Mereka berpikir, kalau uang sudah masuk, jemaah bisa ditelantarkan di sana. Kalau diomelin jemaah, ya, bodo amat," keluh Melani, yang merasa setiap ulah nakal itu akan berdampak buruk pada bisnis ini. Buntutnya, pemerintah malah memberlakukan kuota yang jumlahnya jauh menurun daripada tahun-tahun sebelumnya.

Menurut Syarifudin, merajalelanya biro perjalanan haji plus yang asli tapi palsu alias aspal sebenarnya bisa dihindari asal pemerintah tegas. Perizinan juga bisa diperketat. Dulu biro harus dua kali menyelenggarakan umrah, baru izin untuk haji bisa didapat. Tapi sekarang sebuah biro cukup sekali mengantar 100 orang jemaah untuk mendapat izin memberangkatkan haji.

Izin yang ketat akan membuat biro perjalanan terseleksi. Ini penting di kemudian hari jika, misalnya, kuota haji Indonesia ditambah. Jangan sampai jemaah sudah keluar uang, pelayanan serampangan, ibadah pun berantakan....

Berhaji Sambil Berdagang di Tanah Suci

Bagi jemaah haji asal negara-negara anggota Federasi Rusia di Asia Tengah, berhaji tidak sekAdar ritual melontar setan (secara simbolisasi) dengan batu (jumrah) tetapi juga membawa barang dagangan ke Tanah Suci.

Jemaah haji asal negara-negara bekas sempalan Uni Soviet itu, seperti diungkapkan oleh Arabnews.com. Selasa (22/12), mendirikan sekitar 500 kios di kawasan Kudai, lahan parkir berjarak sekitar tiga Km dari Masjidilharam, Mekah menawarkan barang-barang elektronika, perkakas rumah tangga, pernik-pernik pakaian wanita, kerajinan tangan, pisau atau pedang untuk hiasan dinding.

Mereka tidak lagi menjual produk-produk "berbau" militer seperti teropong malam, baju, kaos,sepatu, seragam militer atau pernik-pernik keperluan anggota militer lainnya seperti yang dilakukan saat-saat ambruknya Uni Soviet pada dekade 90-an. Sebagian dari mereka juga menjual produk-produk unik dari negara-negara di kawasan Asia tengah itu seperti kaviar, barang barang tenunan dan karpet.

Kawasan pedagang kaki lima yang baru dibuka setelah rangkaian prosesi haji rampung itu lebih banyak dikenal oleh warga yang tinggal di lingkungan kawasan Kudai atau di distrik-distrik tetangganya. Para jemaah haji dari manca negara termasuk dari Indonesia juga jarang "shopping" di pusat perdagangan kaki lima tersebut karena sebagian sudah meninggalkan Mekah, menuju Madinah atau kembali ke tanah air.

Mengingat sebagian barang-barang yang dijual beraneka ragam, namun dengan jumlah terbatas dan bukan produk massal, pasar ini biasanya didatangi oleh pemburu barang-barang unik, khas Asia Tengah atau barang-barang antik dari kawasan itu.

Calon pembeli juga bisa menemukan kitab Quran yang ditulis dengan tinta emas dan gaya kaligrafi Andalusia. Jemaah haji Indonesia umumnya lebih tertarik untuk menyerbu pasar-pasar tradisional misalnya di kawasan belanja seputar bekas "Pasar Seng", dekat Masjidilharam di Mekah atau kawasan belanja Corniche di Jeddah atau kios-kios pedagang kaki lima yang bertebaran di seputar Mesjid Nabawi, Madinah.

Produk Cina mendominasi pasar tradisional itu, mulai dari produk elektronik, mainan anak, karpet, barang-barang keperluan rumah tangga, sampai karpet, pasmina, sajadah dan mukenah.

Indonesia yang merupakan negeri dengan mayoritas pemeluk Islam terbesar di dunia agaknya belum banyak "berbicara" dalam menampilkan produk-produknya bagi jutaan konsumen umat Islam sedunia yang berkumpul di tanah suci untuk menunaikan ibadah haji.

Diperkirakan omset penjualan harian di kawasan kaki lima Kudai mencapai SR 500.000 sekitar (Rp 1,25 miliar), sedangkan selama sekitar satu bulan kegiatan, diperkirakan pedagang-pedagang kaki lima dari Federasi Rusia itu bisa mengantongi sampai SR 15 juta (sekitar 37,5 miliar). Kawasan Kudai selain menjadi pusat kaki lima juga menjadi tempat pengambilan air Zamzam yang dialirkan dari sumbernya di kawasan Masjidilharam melalui pipa bawah tanah.

Hukum Berbisnis dan Berdagang di Musim Haji

Islam memberikan tempat terpuji bagi pekerjaan (profesi) dagang, yang merupakan salah satu mata pencaharian yang sah menurut hukum syara. Bahkan Alquran menyebut profesi ini dengan peristilahan yang sangat indah, ''...mencari karunia Allah'' (surah Al-Muzammil ayat 20). Dalam surah Al-Baqarah ayat 19, Allah berfirman, ''Tak ada salahnya (dosa) apabila kalian berusaha mencari karunia dari Tuhan kalian.''

Sebagai difatwakan oleh Dr. Yusuf Al-Qardhawi, seorang cendekiawan dan ulama mujtahid kondang dari Mesir dalam buku Fatwa-fatwa Mutakhir, yang dimaksud dengan ayat tersebut juga mencari keberuntungan dengan jalan berdagang. Ayat dalam surah Al-Baqarah itu justru turun di musim haji. Yang berarti pada saat-saat menunaikan rukun Islam kelima pun orang boleh berjual beli. Sebelum ayat itu turun kaum Muslimin merasa berdosa jika menunaikan ibadah haji sambil berdagang.

Tetapi mengingat perniagaan, perdagangan atau jual beli memiliki peran sangat besar dalam kehidupan ekonomi individu maupun masyarakat, Islam menuntut orang yang berprofesi di bidang ini untuk mematuhi etika perdagangan Islam. Dalam etika itu Islam antara lain mengutuk keras para pengusaha maupun pedagang yang melakukan penimbunan barang-barang dagangannya, dengan tujuan meningkatkan permintaan dengan harga yang tinggi dan keuntungan berlipat ganda.

Islam juga mencela keras para pengusaha atau pedagang yang menaikkan harga secara semena-mena karena dampaknya yang sangat luas bagi masyarakat, khsusunya yang berpenghasilan kecil. Islam menempatkan kepentingan masyarakat lebih utama dan kepentingan masyarakat itu sewaktu-waktu mengatasi kepentingan individu. Hak-hak individu menjadi terbatas jika disalahgunakan sehingga menimbulkan kesulitan atau kemelaratan bagi orang lain atau jika bertentangan dengan kepentingan umum dari masyarakatnya.

Sekaitan dengan masalah tersebut, seorang sahabat Ma'qal bin Yasar menjelang akhir hayatnya berkata kepada orang banyak, ''Bantulah saya duduk. Saya ingin menyampaikan kepada kalian apa yang saya dengar dari Rasulullah''. Setelah duduk ia berkata, ''Saya mendengar dari Rasulullah beliau menyatakan, 'Barangsiapa mencampuri urusan harga-harga dan menaikkannya hingga menyusahkan kaum Muslimin, pada hari kiamat kelak Allah akan mencampakkannya ke tengah api neraka'.'' Ketika orang banyak itu meminta penjelasan lebih jauh, Ma'qal mengatakan, bahwa Nabi bukan sekali dua kali, tapi seringkali mengeluarkan pernyataan semacam itu.

Akhir-akhir ini masyarakat diresahkan oleh berbagai kenaikan harga barang dan kebutuhan hidupnya, apa yang disabdakan oleh Nabi itu hendaknya direnungkan oleh para pengusaha. Bukankah mereka dituntut kepedulian sosialnya terhadap rakyat kecil yang hidup dalam serba kekurangan. Rasulullah juga mengatakan, ''Pengusaha (pedagang) yang jujur (di akhirat kelak) akan bersama-sama para nabi, kaum shiddiq dan para syuhada (pahlawan syahid).'' - ahi

Selasa, 05 Oktober 2010

Bagaimana ide PHA3M ini terbentuk???

Persaudaraan Haji Alumni Al Kautsar Al Akbar Medan atau disingkat dengan PHA3M merupakan gagasan untuk menyatukan tekad meningkatkan ukhuwah antar alumni Al Kautsar Al Akbar, Medan, yang telah menunaikan ibadah haji ke Mekkah sebagai sebuah keajiban rukun Islam ke-5.

Ide ini terbentuk atas sebuah momen undangan KH Tuan Guru Ibnu Nasuha, yang berdomisili di Medinah, Saudi Arabia, kota kelahiran Rasulullah SAW, Nabi yang menjadi tokoh dan idola setiap muslim yang beriman, semoga niat suci dan tangan terbuka bang Ibnu ini dibalas keberkahan oleh Allah SWT.

Niat tuan rumah untuk mengundang segala sobatnya maupun adik-adiknya yang sudah berhaji ke rumahnya merupakan simbol kesahajaan dan ketulusan cinta kasihnya sebagai alumni pertama Pesantren Al Kautsar Al Akbar.

Sehingga perlu dibentuk wadah persaudaraan untuk membuat acara seperti ini rutin terjadi setiap tahun setelah melaksanakan ritual haji wukuf di Arafah seperti yang disarankan beliau agar tidak mengganggu kesibukannya dalam pelayanan haji yang dilakukan setiap tahun pada bulan tertentu tersebut.

Apabila acara tahun ini sukses terlaksana, maka ke depannya terbuka alternatif untuk mengadakan acaranya di rumah Alumni lainnya yang berdomisili di Mekkah, Medinah mauun Jeddah. Alternatif lainnya bisa juga diadakan di hotel atau gedung khusus, sesuai permintaan anggota yang tergabung di dalamnya.

Selain peningkatan ukhuwah, tujuan lainnya yang bisa dicapai adalah saling tolong menolong dan sharing informasi hukum-hukum haji dan cara pelaksanaannya dengan tepat antar sesama jemaah haji yang berasal dari Alumni Al Kautsar Al Akbar.

Agar lebih terorganisasi tujuan selanjutnya PHA3M ini adalah sebagai berikut:

1. Membantu sesama alumni yang berprofesi sebagai pelayan haji melalui Perusahaan Hajinya dalam memenejemen jemaahnya di Saudi. Hal ini mengingat terdapat beberapa perusahaan haji di Indonesia yang dimiliki langsung oleh alumni.

2. Membantu alumni yang berkeinginan menjadi pelayan haji atau berkeinginan mendirikan perusahaan wisata haji dan umrah di Indonesia, atau travel haji dan umrah, mulai dari cara mendirikan, tiketing, perhotelan di Indonesia maupun di Saudi, informasi manejemen haji, dan beberapa strategi meningkatkan kualitas pelayanan kepada jemaah.

3. Membantu alumni yang kebetulan berhaji sendirian di kloternya, atau mempunyai keluarga yang melaksanakan haji, sehingga keberadaanya di Saudi dapat terbantu dengan hadirnya wadah ini. Karena banyak alumni yang menghajikan kedua orang tuanya selalu diliputi rasa was-was, apabila di kloternya ada terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, misalnya kesalahan dalam pelaksanaan ibdah dan lain sebagainya.

4. Wadah ini juga akan menjadi pengikat ukhuwah antara alumni yang sudah haji atau hajjah di Indonesia. Sehingga para haji tersebut terus ter-update pengetahuan agamanya dan tidak melupakannya.

5. Membuat kajian mengenai peningkatan kualitas pelayanan haji melalui blog ini, riset, penulisan buku dan lainnya yang diharapkan menjadi masukan kepada pihak yang terkait maupun pemerintah melalui Departemen Agama RI.

6. Memberikan layanan konsultasi haji dan praktek haji bagi alumni calon haji yang ingin berangkat ke Saudi baik melalui ONH maupun ONH-Plus.

7. Menghimbau, mendorong dan mendukung alumni yang tertarik mendirikan KBIH bagi jemaah pengajian yang dipimpinnya. Sehingga, kualitas pelayanan KBIH yang dimilikinya dapat disamakan dengan kualitas internasional sesuai dengan standar usaha pariwisata yang sudah baku.

8. Membantu sepenuhnya anggota terdaftar di MAAC, IKMAL Aceh, IKMAL Medan dan IKMAL lainnya, Konsulat, Maupun Persatuan Alumni perangkatan, yang berniat menjadi pelayan ummat melalui haji dan umroh, untuk mendirikan KBIH, Travel Haji maupun usaha lainya yang berkah di Indonesia maupun di Saudi Arabia, khususnya, maupun Timur Tengah pada umumnya.

9. Menggagas iuran sedekah, amal zariyah maupun bentuk lainnya untuk disumbangkan kepada sesiapa saja para Alumni yang mempunyai usaha, kegiatan maupun keinginan mendirikan lembaga pendidikan baik itu dalam bentuk pesantren, sekolah, kursus dan lain sebagainya yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan pendidikan bangsa dan negara di Indonesia yang tercinta

10. Bertawakkal kepada Allah SWT


Demikian gagasan ini dituliskan, semoga kedepannya, tali persaudaraan antara alumni khususnya yang telah melaksanakan ibdaha haji dan umroh, dapat tercipta dengan baik


Penggagas

H. Julkifli Marbun, MA

-Staf di al-Munief Co. Saudi Arabia, tahun 1998
-Tenaga Musim Haji (Temus Depag RI) tahun 2000 melalui Persatuan Pelajar Indonesia di India (PPI-India).
-Staf Guide Haji Perusahaan Haji dan Umrah Konsorsium al-Abrar di Saudi Arabia tahun 2001.
-Tenaga Musim Haji (Temus Depag RI) tahun 2003 melalui Persatuan Pelajar Indonesia di India (PPI-India).

Featured News

PHA3M Home | UD Paju Marbun | Sultan Group | IMECH | BeritaDekhoCom | TobaPosCom | © 2014 - Designed by Templateism.com, Distributed By Templatelib