Rabu, 06 Oktober 2010

Kisah Sukses Usaha Wisata Haji dan Umroh

KANTOR itu tampak serupa dengan rumah penduduk yang padat berimpitan di Jalan Matraman Dalam II, Jakarta Timur. Yang membedakan, di pagar rumah terpasang papan bertuliskan "Yayasan Muthmainnah", dan "Wartel". Pintu depannya, yang terbuat dari kaca, dipenuhi pelbagai stiker perusahaan penerbangan.

Kantor Gamal Hikmah Pusaka, biro perjalanan haji dan umrah yang dikelola yayasan, berada di ruangan dalam. Setelah melewati deretan boks telepon wartel, ada kusen tak berpintu yang menghubungkan kantor itu dengan ruang depan. Tak tampak papan nama apa pun di dalam. Meja, kursi, dan lemari, bersesak-sesakan. Sempit. Dinding dipenuhi beragam piagam dan dokumentasi perjalanan haji dengan rombongan jemaah.

Sederhana. Itulah kesan pertama yang dijumpai dari kantor biro perjalanan ini. Meskipun seadanya, inilah biro perjalanan yang cukup berpengalaman. "Kami sudah mempunyai 14 cabang di seluruh Indonesia," kata Manajer Operasional Divisi Haji dan Umroh, Muhammad Soleh, kepada TEMPO. Setelah malang-melintang hampir 10 tahun, biro ini melebarkan usaha ke Bandar Lampung, Malang, Makassar, Surabaya, Gorontalo, bahkan Jayapura.

Tampaknya memang tak perlu kantor yang mentereng untuk menjalankan usaha jasa perjalanan haji plus dan umrah. Padahal, tak dapat dimungkiri, keuntungan yang diperoleh dari bisnis mengantarkan dan melayani calon "tamu-tamu Allah" itu begitu menggiurkan. Setiap tahun, jumlah jemaah haji selalu meningkat. Selain itu, jemaah asal Indonesia selalu merupakan jemaah terbanyak yang berangkat ke Tanah Suci.

"Untuk jadi konglomerat mungkin tidaklah. Tapi setidaknya cukup untuk memberikan penghasilan kepada keluarga, menyejahterakan karyawan, membayar zakat, hingga membayar pajak," kata Direktur Biro Perjalanan Al-Amin Universal, Melani Leimena Suharli, merendah.

Meski enggan menyebut angka nominalnya, Melani mengakui bahwa usaha inilah yang hingga saat ini ditekuninya bersama suami. Sebelumnya, mereka sempat membuka usaha seperti jasa kontraktor dan supplier. Namun, sejak menjalankan biro jasa itu, lambat-laun perhatian dan waktu pun lebih banyak tersita. "Kami melihat usaha ini cukup menghasilkan, ya, akhirnya kami fokus di usaha ini saja," tutur ibu tiga orang anak ini.

Keuntungan yang besar memang merupakan salah satu daya tarik. "Setidaknya biro perjalanan kecil pun bisa dapat untung US$ 250 bersih untuk tiap jemaah," kata Kepala Divisi Haji dan Umroh PT Mantili Wisata, H. Syarifudin Ma'mun. Sedangkan untuk biro jasa yang relatif besar, keuntungan yang bisa diraup mencapai US$ 400-500 setiap jemaah. Cukup lumayan. Setidaknya bagi Ma'mun, yang akhirnya melepas pekerjaannya sebagai staf di Kedutaan Besar Arab Saudi di Indonesia.

Kekuatan sebuah biro jasa ada pada paket yang ditawarkan. Semakin banyak paket, semakin menarik "dagangan"-nya. Bagi jemaah haji kelas ekonomi, tarif yang dipasang biasanya US$ 4.500, sesuai dengan standar minimal pemerintah. Jika dikonversikan ke mata uang Indonesia dengan kurs Rp 8.500 sedolar AS, itu artinya Rp 38,25 juta. Dan angka ini sudah berbeda separuh dengan tarif haji biasa-besarnya tergantung zona daerah, di Jakarta US$ 2.675. Untuk kelas menengah, biro jasa menetapkan harga US$ 5.500-6.000. Sedangkan kelas eksekutif umumnya mengambil harga US$ 6.500 ke atas. Bahkan ada pula biro jasa yang berani memasang harga hingga di US$ 10 ribu.

Sebenarnya pemerintah sudah menetapkan standar fasilitas bagi jemaah ONH (ongkos naik haji) plus. Fasilitasnya harus plus. Penyelenggara harus menyediakan hotel bintang tiga hingga bintang lima-yang berjarak tak lebih dari 300 meter dari Masjidil Haram. Makanan harus disediakan prasmanan, bukan dalam boks. Jika jemaah harus tinggal di kemah, seperti di Padang Arafah, harus disediakan selimut, bantal, dan pendingin udara.

Persiapan menjelang naik haji pun dirancang sedemikian rupa agar menarik dan nyaman. Salah satunya, mengadakan manasik haji di hotel berbintang, seperti Hotel Indonesia, Hotel Sahid, Hotel Mulia, dan Hotel Hilton. Perlengkapan yang disediakan umumnya terdiri dari paspor, visa, pakaian ihram, buku panduan, tas, dan seragam. Selain itu, disediakan pula pembimbing, pemandu (guide) asal Indonesia, dan tim medis.

Meski begitu, ketatnya persaingan di bisnis ini, mau tak mau, menuntut pengusaha lebih jeli membidik keinginan konsumen. Al-Amin, misalnya, berusaha memberikan layanan supermewah bagi jemaahnya. Caranya, antara lain, menyediakan apartemen khusus bagi jemaahnya, serta menyewa bus khusus pula. Padahal, peraturan mengharuskan jemaah tinggal di hotel dan harus menggunakan shuttle bus yang tak disewa. Dengan fasilitas istimewa itu, "Biaya yang kami butuhkan lebih besar, sehingga tarifnya US$ 6.500-9.000, " kata Melani.

Mereka yang terjun ke bisnis ini berasal dari kalangan dengan latar belakang beragam. Dari yang sudah lama menjadi pengusaha, jebolan pesantren, hingga alumni perguruan tinggi di Timur Tengah. Pola pendirian dan alasan mendirikannya pun bermacam-macam. Ada yang sejak awal mendirikan biro jasa haji dan umrah, seperti yang dikelola oleh Yayasan Muthmainnah. Ada pula yang merintisnya dari biro travel yang mengelola penjualan tiket biasa, seperti Mantili dan Al-Amin Universal.

Umumnya mereka punya hubungan baik dengan pihak penyelenggara haji di Arab Saudi. Dengan hubungan baik itulah mereka memperoleh diskon 10-20 persen untuk hotel atau 10 persen untuk jemaah yang mampir ke restoran. Dan menjalin hubungan dengan Saudi ini suatu perjuangan tersendiri. "Susahnya dalam bisnis haji adalah berurusan dengan orang Arab Saudi. Birokrasinya terkenal sangat lamban," kata Syarifudin.

Kelambanan inilah yang acap menimbulkan keterlambatan jadwal. Jebolan Pesantren Tebu Ireng, Jawa Timur, ini menceritakan bahwa untuk memastikan jadwal bus bagi jemaah saja, harus dikonfirmasi dua hari sebelum jadwal ketika jemaah tiba di Tanah Suci. "Kalau tidak, keterlambatannya bisa sampai 12 jam. Bus yang dipesan untuk pukul 10 pagi sering terjadi baru datang pukul 10 malam," kata alumni Universitas Damaskus, Suriah ini. Karena itu, rata-rata biro perjalanan sudah mereservasi tempat di hotel-hotel yang diinginkan, dengan membayar uang muka 50 persen hingga akhir Ramadan.

Sebenarnya, tanpa memiliki biro perjalanan sendiri pun, seseorang bisa saja mengorganisasi perjalanan haji untuk kelompok tertentu. Syarifudin mengakui, sebelum bergabung dengan Mantili, dirinya sering diminta berbagai kalangan untuk mengurus perjalanan ke Tanah Suci. "Mereka meminta fasilitas khusus, dengan waktu yang lebih pendek," kata bekas pegawai Kedutaan Arab Saudi itu.

Saat itu, Syarifudin memang lebih dulu mengelola yayasan yang juga mengadakan bimbingan manasik haji bernama Yayasan Al-Hijrah. Ia juga dipercaya karena alumni perguruan tinggi Timur Tengah dan bekerja di Kedutaan Arab Saudi. Karena belum memiliki biro perjalanan, akhirnya dokumen dan administrasi jemaah yang diurusnya "ditempelkan" ke biro perjalanan lain. "Istilahnya, ya, mendompleng," ujarnya sambil terbahak.

Jasa seperti itu saja, kata Syarifudin, sudah membuat dirinya memperoleh pendapatan US$ 250 dari setiap jemaah. Uang itu diperoleh dari tarif US$ 4.500 yang seharusnya ditetapkan penyelenggara. Namun, "biro perjalanan bisa menurunkan tarif menjadi US$ 4.250 jika diwakilkan atau disub-agen-kan," katanya. Hal semacam itu lazim dilakukan oleh biro-biro perjalanan tertentu, terutama di daerah, untuk menjaring jemaah lebih banyak.

Kendati menjanjikan keuntungan yang menawan, kelangsungan bisnis ini sangat bergantung pada jumlah "calon tamu Allah" yang diantarkan setiap tahunnya. Karena itu, kejujuran pengelola dan kepercayaan pelanggan adalah kuncinya. "Kami mengharapkan, jemaah yang menggunakan jasa kami mau kembali saat akan berangkat haji atau umrah di masa mendatang," kata Melani. Karena itu, promosi paling ampuh justru "radio dengkul": cerita dari mulut ke mulut.

Kiat lain adalah gaya pemasaran semacam members get members. Al-Amin, contohnya, melansir program ini. "Setiap jemaah yang dapat mengajak setidaknya 20 orang akan memperoleh free visit untuk naik haji," tutur Syarifudin. Metode itu, menurut dia, cukup ampuh untuk menjaring peminat.

Meski begitu, para pengusaha ini mengeluhkan ulah nakal sebagian pengelola biro perjalanan. "Mereka berpikir, kalau uang sudah masuk, jemaah bisa ditelantarkan di sana. Kalau diomelin jemaah, ya, bodo amat," keluh Melani, yang merasa setiap ulah nakal itu akan berdampak buruk pada bisnis ini. Buntutnya, pemerintah malah memberlakukan kuota yang jumlahnya jauh menurun daripada tahun-tahun sebelumnya.

Menurut Syarifudin, merajalelanya biro perjalanan haji plus yang asli tapi palsu alias aspal sebenarnya bisa dihindari asal pemerintah tegas. Perizinan juga bisa diperketat. Dulu biro harus dua kali menyelenggarakan umrah, baru izin untuk haji bisa didapat. Tapi sekarang sebuah biro cukup sekali mengantar 100 orang jemaah untuk mendapat izin memberangkatkan haji.

Izin yang ketat akan membuat biro perjalanan terseleksi. Ini penting di kemudian hari jika, misalnya, kuota haji Indonesia ditambah. Jangan sampai jemaah sudah keluar uang, pelayanan serampangan, ibadah pun berantakan....

0 comments:

Posting Komentar

Featured News

PHA3M Home | UD Paju Marbun | Sultan Group | IMECH | BeritaDekhoCom | TobaPosCom | © 2014 - Designed by Templateism.com, Distributed By Templatelib