Jumat, 31 Juli 2020

Situs Wisata Sejarah Haji di Pulau Rubiah, Aceh

PERKEMBANGAN ISLAM POLITIK YANG BELANDA PUN GAGAL FAHAM : MENGUNJUNGI SITUS  KARANTINA HAJI  PERTAMA DI PULAU RUBIAH (KINI SITUSNYA  DIJADIKAN RUMAH HANTU) 

Belanda gusar saat jumlah jemaah haji Indonesia dengan implikasi politik Islamnya,  terus bertambah tanpa bisa diawasi. Lalu konsulat Belanda pun dibuat di Jeddah. Asrama (karantina) haji pertama di bangun di pulau Rubiah, depan pulau Weh, Sabang, Aceh Serambi Mekkah. Saya sudah lama ingin sekali mengunjungi situs sejarah Islam yang kerap di sebut Hamka dalam tulisan tulisannya ini :

"Ayo dek, antar saya ke asrama hajinya."
"Gak berani pak. Semak kali. Banyak ular berbisa. Banyak hantu."

"Hantu siang siang takut cahaya dek. Nanti kita buka jendela dan pintunya. Ayolah." 
"Gak pak. Saya dipelabuhan saja menunggu."

Dan akhirnya memang tukang bot yang saya carter dari pulau Weh ke pulau Rubiah itu benar benar tidak mau mengantar saya sampai lokasi. Dengan bismillah,  saya jalan sendiri ke situs itu,  situs karantina haji pertama di Indonesia, yang dibangun Belanda tahun 1920 di pulau Rubiah. Tempat yang sayangnya belum dibahas  dalam  buku 3 jilid  historiografi haji di Indonesia, Hendri Chambert Loir (2007). 

Belanda ingin mengontrol perkembangan politik Islam lewat pengelolaan haji, tapi gagal faham,  gerakan politik menentang kolonialisme malah berkembang lewat tokoh tokoh haji. Situs karantina haji pulau Rubiah ini saya yakin juga berperan dalam konstruksi ke Indonesian. Situs ini  juga bagi saya menyemai   terbentuknya kesadaran nation : ribuan orang dari berbagai pulau dan etnik berkumpul, tidak hanya menjalankan ibadah tapi berbicara tentang masa depan negara yang dibayangkan. Situs haji seperti ini belum masuk dalam teori "imagined  community"nya Anderson.

Mendaki bukit, jalan setapak berkelok, sekitar 300 meter dari dermaga saya temukan jalan tertutup rebahan pohon kayu tumbang. Saya langkahi, lalu ketemu simpang tiga ke kanan, makin semak dan jalan terhalang lagi oleh rebahan pohon tua yg tumbang. Saya lompati sampai akhirnya di balik semak nampak deretan bangunan kuno  tempat ribuan jemaah haji Hindia Belanda berbilang tahun harus dikarantina di sini sebelum dan setelah pergi naik haji. 

Tapi dari balik semak semak itu, saya amati situs ini  pernah "diproyekkan" oleh Pemko Sabang dan setelah  proyeknya dibangun, situsnya ditinggal kembali, dibiarkan dihuni "hantu" yang ditakutkan tukang bot tadi. Proyek itu membuat  jalan setapak yang saya lewati disemen,  penunjuk jalan, prasasti dan renovasi bangunan. Beberapa bagian bangunan termasuk atap dirombak, dinding di cat, tapi bentuk keseluruhan masih sesuai aslinya. Harusnya ini sudah menjadi situs cagar budaya, tapi saya tidak tahu apakah sudah ada SK nya. Di internet saya baca peneliti Balai Arkeologi,  Stanov yang pakai nama seperti orang Rusia itu, sudah ke sini.

Dari tempat saya berdiri depan  asrama ini harusnya nampak laut  biru yang indah di utara. Tapi kini  tak nampak karena tertutup semak belukar yang rapat. Saya ingin melihat arsitektur  kamar mandi besar serta bak bak penampung air tawar di bagian bawah asrama tempat para jemaah haji mandi dan kapal kapal mengisi air tawar sebelum berlayar. Tapi sia sia, tak nampak,  karena semak belukar itu sulit ditembus seorang diri. Dan tukang bot tadi sudah berhasil menumbuhkan rasa takut dalam diri saya : banyak ular berbisa di semak semak itu.

Saya lihat di halaman bangunan kuno yang bekas diproyekkan itu,  ada pecahan genteng. Saya pungut dan saya terkejut ada tulisan "Deli Klei" di situ. Wah bangunan Belanda seratus tahun lalu ini menggunakan genteng buatan  Medan, genteng yang juga dipakai di semua bangunan kuno di Medan. Sisa genteng Deli Klei itu sekarang  masih bisa ditemukan di bangunan Medan Club,  di bagian belakang Rumah Sakit Tembakau Deli atau di teras belakang Museum Kota Cina yang dipungut dari sisa bangunan cagar budaya yang dihancurkan di Medan. Oh, Deli Klei, tanah liat dari Deli,  dipakai dulu di tempat yang jauh,  membangun karantina haji di ujung Aceh ini. 

Dengan proyek baru, kini  gentengnya diganti, padahal.masih kuat. Tapi sudah diproyekkan, kenapa ditinggal?  Saya membayangkan situs asrama haji ini bisa dijadikan museum haji yang sangat mengharukan. Ada banyak koleksi cerita : ribuan arsip, foto foto haji, buku, catatan perjalanan haji,  artefak haji, replika kapal ke Juddah,  untuk melengkapinya. 

Tapi di Sabang, Aceh, pejabatnya  agak lebih "cerdas" . Jika ditempat lain situs sejarah diterlantarkan tanpa disentuh, dibiarkan hancur sendiri, tapi di Sabang ini, situs sejarah Islam disentuh,   diproyekkan dulu,  lalu ditinggal, dibiarkan bersemak, dijadikan rumah "hantu".  Serambi Mekkah katanya. (Ichwan Azhari)

0 comments:

Posting Komentar

Featured News

PHA3M Home | UD Paju Marbun | Sultan Group | IMECH | BeritaDekhoCom | TobaPosCom | © 2014 - Designed by Templateism.com, Distributed By Templatelib